Inovasi Baru: Mengubah Pikiran Menjadi Kata-Kata dengan DeWave - xwijaya

Tidak menemukan artikel? cari disini



Inovasi Baru: Mengubah Pikiran Menjadi Kata-Kata dengan DeWave

Inovasi Baru: Mengubah Pikiran Menjadi Kata-Kata dengan DeWave
Foto Ilustrasi sumber: foremilyhoward.blogspot.com

Peneliti UTS Mengembangkan Teknologi DeWave untuk Mengubah Pikiran Menjadi Kata-Kata


Para peneliti dari University of Technology Sydney's GrapheneX pada UTS Human Artificial Intelligence Centre membuat DeWave, inovasi pengubah pikiran menjadi kata-kata untuk berkomunikasi. "Penelitian ini merupakan upaya perintis dalam menerjemahkan gelombang EEG (electroencephalogram) mentah ke dalam bahasa," kata Ching Ten Lin, dosen di UTS School of Computer Science dan Direktur GrapheneX UTS HAI Centre, dikutip dari The Independent. "Ini adalah terobosan pertama yang menggabungkan teknik pengkodean diskrit dalam proses terjemahan pikiran otak menjadi teks, memperkenalkan pendekatan inovatif terhadap decoding saraf," lanjutnya.


Memungkinkan Komunikasi Bagi Orang Dengan Keterbatasan Berbicara


Peneliti menjelaskan, teknologi ini bertujuan membantu orang dengan keterbatasan berbicara karena sakit atau cedera. Harapannya, manusia punya cara alternatif berkomunikasi lewat DeWave. Hasil penelitian yang dipresentasikan di konferensi NeurIPS di New Orleans, AS, 12 Desember lalu ini diuji coba membaca gelombang otak para peneliti yang sedang membaca sebuah teks. Gelombang otak mereka tersebut kemudian diproyeksikan dalam bentuk kata-kata dan ditampilkan ke layar.


AI Inovatif yang Tidak Memerlukan Implan Otak atau Perangkat Tambahan


Peneliti mengakui teknologi AI ini bukan yang pertama dalam menerjemahkan sinyal otak ke dalam bentuk bahasa. Namun, mereka menilai DeWave adalah satu-satunya AI yang tidak memerlukan implan otak atau akses ke alat MRI. Selain itu, menurut para peneliti, AI terbaru ini juga unggul karena tidak perlu input tambahan seperti perangkat lunak pelacakan mata. Sebab, teknologi ini bisa beroperasi dengan atau tanpa perangkat seperti itu. Maka, untuk mengoperasikannya, pengguna perlu memakai topi yang didesain untuk merekam aktivitas otak melalui electroencephalogram (EEG). Alat tersebut dinilai peneliti jauh lebih praktis dan efektif daripada menggunakan pelacak mata atau mesin MRI.


Akurasi dan Kemungkinan Pengembangan Selanjutnya


Evaluasi pada DeWave menunjukkan bahwa AI ini masih membuat beberapa kesalahan dalam percobaan tersebut. "Model ini lebih pintar dalam mencocokkan kata kerja daripada kata benda," jelas Yiqun Duan, penulis utama dalam penelitian, dikutip dari IFL Science. "Ketika menerjemahkan kata benda, ada kecenderungan AI menampilkan kata sinonimnya daripada terjemahan yang tepat," tambahnya. Duan memperkirakan, ketika sedang memproses atau memikirkan kata tersebut, maka muncul kata-kata yang mirip atau sinonim yang memiliki gelombang otak yang serupa. Meski begitu, para peneliti percaya mereka dapat memperbaiki dan meningkatkan akurasi AI ini sampai pada skor 0,9, yaitu sebanding dengan skor pada program terjemahan bahasa tradisional. Namun dalam percobaan ini, DeWave sudah menunjukkan keunggulan dengan melakukan percobaan kepada 29 orang. Ini jumlah peserta uji coba terbanyak pada teknologi decoding selama ini. "Terlepas dari tantangannya, model AI kami ini telah menghasilkan data yang penting dan berarti, menyelaraskan kata kunci dan membentuk struktur kalimat yang serupa" kata Duan.


HALAMAN SELANJUTNYA:

Tidak ada komentar